Eritropoiesis adalah
proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Bagaimana proses terbentuknya?
Mari kita pelajari satu persatu…
Eritrosit mengandung
hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen. Seperti kita ketahui, manusia membutuhkan
oksigen untuk proses metabolisme selular. Pada beberapa hewan tingkat rendah,
hemoglobin beredar bebas di plasma. Mengapa hemoglobin manusia terdapat di
dalam eritrosit? Karena apabila hemoglobin beredar bebas dalam plasma manusia,
kira-kira 3% dari hemoglobin tersebut akan keluar melalui membran kapiler masuk
ke dalam ruangan jaringan atau melalui membran glomerulus ginjal masuk ke dalam
filtrat glomerulus sehingga tidak efektif.
Masih ingat dengan
pelajaran SMA tentang sistem buffer? Tubuh kita juga mempunyai sistem buffer
juga kan, yaitu H2PO42--HPO42-
(intraseluler) dan H2CO3-HCO3-
(ekstraseluler). Nah, erotrosit mengandung enzim
anhidrase karbonat yang berfungsi mengkatalisis reaksi reversibel
karbondioksida (CO2) dan air (H2O) membentuk asam
karbonat (H2CO3). Karena asam karbonat bersifat labil,
maka selama mengalir di dalam darah ia akan berubah menjadi ion bikarbonat (HCO3-).
Setelah sampai di paru-paru, ion tersebut akan diubah kembali menjadi CO2 dan
dikeluarkan dari tubuh. Mekanismenya : CO2 + H2O à
H2CO3à HCO3- + H+
à
CO2 + H2O
Eritrosit normal
berbentuk cakram bikonkaf dengan ketebalan 2,5 mikron pada bagian paling tebal
dan kurang lebih 1 mikron pada bagian tengahnya. Volume rata-rata eritrosit
adalah 90-95 mikron3. Sebenarnya, bentuk eritrosit dapat
berubah-ubah sewaktu melewati pembuluh darah yang kecil (kapiler) karena
membrannya yang elastis.
Dalam minggu-minggu
pertama kehidupan embrio, eritrosit primitif (memiliki inti) diproduksi di yolk
sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi, organ utama pembentuk eritrosit
adalah hati, namun terdapat juga eritrosit dalam jumlah cukup banyak yang
diproduksi di limpa dan kelenjar limfe. Pada bulan terakhir kehamilan dan
sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya diproduksi di sumsum tulang. Sumsum
tulang yang mana? Pada dasarnya, sumsum tulang dari semua tulang memproduksi
eritrosit sampai seseorang berusia 5 tahun, kemudian sumsum tulang panjang
menjadi berlemak dan tidak memproduksi eritrosit setelah seseorang berusia
kurang lebih 20 tahun. Setelah usia ini, eritrosit diproduksi di dalam sumsum
tulang membranosa seperti vertebra, sternum, rusuk, dan ilium, yang seiring
bertambahnya usia pun akan menjadi kurang produktif.
Eritrosit berasal dari
sel punca hematopoietic pluripoten, yang merupakan asal dari semua sel dalam
darah sirkulasi. Sewaktu sel ini membelah, ada beberapa sel yang bertahan
persis seperti sel pluripotent aslinya, walaupun jumlahnya semakin berkurang
seiring bertambahnya usia. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar tetap ada yang
menjadi sel punca hematopoietic pluripotent. Sel-sel yang lain akan
berdiferensiasi membentuk committed stem cells, yang akan berubah menjadi tipe
sel darah yang spesifik. Sebagai contoh adalah CFU-E yang merupakan committed
stem cells untuk menjadi eritrosit.
Pertumbuhan dan
reproduksi berbagai sel punca diatur oleh bermacam-macam protein yang disebut
penginduksi pertumbuhan. IL-3 memulai pertumbuhan dan reproduksi hampir semua
jenis committed stem cells yang berbeda. Penginduksi pertumbuhan memicu
pertumbuhan, bukan diferensiasi sel. Diferensiasi sel adalah tugas dari
penginduksi diferensiasi.
CFU-E membentuk proeritroblas.
Proeritoblas membentuk eritroblast basophil (pada tahap ini sel hanya mampu
menampung sedikit hemoglobin). Kemudian perlahan sel terisi hemoglobin sampai
sekitar 34%, nucleus memadat menjadi kecil, dan sisa akhirnya diabsorbsi atau
didorong keluar dari sel (oleh karena itu eritrosit tidak memiliki inti sel/nukleus).
Pada waktu yang sama reticulum endoplasma direabsorbsi. Sel pada tahap ini
disebut retikulosit karena mengandung sejumlah kecil materi basofilik, yaitu
terdiri atas sisa-sisa apparatus Golgi, mitokondria, dan sedikit organel
sitoplasma lainnya. Selama tahap
retikulosit, sel-sel berjalan dari sumsum tulang masuk ke dalam kapiler
darah dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membran kapiler)
Siapa yang mengatur
pembentukan eritrosit? Jawabannya adalah eritropoietin, yang memastikan bahwa
eritrosit selalu tersedia untuk memasok oksigen yang cukup untuk tubuh dan sekaligus
mengatur produksinya agar tidak berlebihan sehingga tidak menghambat aliran
darah. Eritropoietin adalah suatu glikoprotein yang sebagian besar diproduksi
di ginjal (90%) dan hati (10%). Di ginjal, eritropoietin kemungkinan diproduksi
oleh sel epitel dan sel interstisial mirip fibroblas disekitar tubulus pada sekret
korteks dan medulla luar, tempat konsumsi oksigen ginjal banyak terjadi. Pertanyaan
selanjutnya, apakah yang mempengaruhi eritropoietin? Yappp.. oksigenasi
jaringan. Apabila tubuh merasa kebutuhan oksigennya belum terpenuhi,
eritropoietin akan merangsang sumsum tulang akan memproduksi eritrosit lebih
banyak. Contohnya orang yang tinggal di dataran tinggi dengan kadar oksigen
yang rendah, sumsum tulang dan memproduksi eritrosit lebih banyak sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan eritrosit dalam tubuh. Tanpa eritropoietin, keadaan
hipoksia tidak akan atau sedikit sekali pengaruhnya terhadap perangsangan
pembentukan eritrosit. Contoh lainnya adalah pada keadaan gagal jantung yang
lama dan pada penyakit paru. Tahukah kamu apabila terjadi kerusakan sumsum
tulang akibat sebab apapun, sumsum tulang yang tersisa akan mengalami
hiperplasia. Hal ini lagi-lagi dilakukan untuk memenuuhi kebutuhan eritrosit
tubuh. Hipoksia jaringan ginjal akan meningkatkan kadar hypoxia-inducible facor-1(HIF-1) jaringan, yang berfungsi sebagai
faktor transkripsi untuk sejumlah besar gen terinduksi hipoksia (hypoxia-inducible genes), termasuk gen
eritropoietin. HIF-1 akan mengikat unsur respon hipoksia (hypoxia response element) yang ada pada gen eritropoietin,
merangsang transkripsi mRNA dan pada akhirnya meingkatkan sintesis
eritropoietin.
Referensi :
Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Guyton dan Hall Edisi 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar