Minggu, 05 Juli 2015

I’m Single, Problem?



I’m Single, Problem?



“Aku suka sama dia,…Apa?? Dia udah punya pacar??”
“Aku suka sama dia…Hah??Udah keduluan??Oh tidak!”
“Aku suka sama kamu, iya kamu…Apa?? Kamu nggak suka sama aku??Ya sudah lah.”
Dibilang ngenes mungkin iya, jomblo ngenes lengkapnya.Menjadi remaja ternyata lebih rumit dari yang aku kira sebelumnya.Terutama masalah percintaan yang dulunya kuanggap seperti dongeng dalam cerita sebelum tidur yang selalu dibacakan ibuku.Entahlah mengapa ibuku selalu menceritakan kisah putri yang selalu berakhir bahagia dengan menemukan pangeran yang merupakan cinta sejatinya.Entahlah mengapa pula aku tidak sabar untuk menjadi remaja dan berpikir bahwa aku tentu saja akan bernasib seperti si putri dongeng itu.
Tetapi kenyataannya memang berbeda.Toh nyatanya sampai sekarang aku masih memajang status single-ku. Aku suka sama si A, suka sama si B, tetapi akhirnya tak ada satu pun yang berhasil aku miliki. Selalu berganti-ganti setiap waktu, dan tetap single saja statusku ini. Beberapa kali aku harus merasakan sakit hati karena orang yang kusukai sudah menjadi milik wanita lain. Tersenyum dan tersenyum, seakan berharap bisa mengurangi sakit yang terasa.
Single, kata yang awalnya terdengar menakutkan, tetapi apa sih yang tidak bisa dilakukan oleh yang namanya “adaptasi”? Saat sudah terbiasa, maka kata single adalah simbol kebebasan.
Aku menyukai kakak kelasku yang sama sekali tak mengenalku. Aku cukup puas hanya dengan memperhatikannya dari jauh, itulah yang selalu kukatakan pada semua teman-temanku dan bahkan diriku sendiri.Tak ada yang aku sesali dari semua ini.
Memang tak kukira sebelumnya bahwa masa SMA-ku kelak akan sedatar ini, khususnya masalah percintaan. Setelah aku lulus SMP, aku menginjakkan kakiku dengan gugup di SMA-ku ini. Membayangkan akhirnya aku bisa melakukan apa yang sedari dulu aku angankan. Aku sangat menikmati masa SMA yang sedang mengalir ini. Kebersamaan MOS, ketika aku menangis karena ulah kakak OSIS yang jail, ketika aku mulai membaur dengan teman-teman baruku. Dan akhirnya ketika hadir angkatan baru setelah kami.Kelas X yang masih lugu.Aku membayangkan ketika aku menjadi mereka dan tersenyum lucu mengingat segala yang pernah kuperbuat bersama teman-temanku di tahun pertama kebersamaan kami.
Melakukan kegiatan sehari-hari bersama teman-temanku dan adik kelasku, merasakan jadi kelas XI, aku sangat sibuk melaluinya.Hingga tak kuduga aku hampir naik ke kelas XII. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sampai aku terlupa akan angan masa kecilku dulu.
Tapi ya sudahlah.Aku ikhlas melepasnya pergi. Biarlah dia meraih citanya, aku tak akan mengganggunya dengan mengungkapkan perasaanku selama ini. Walaupun aku yakin dia tak akan terganggu dengan ini, sebab bagaimana mungkin dia terganggu bila dia tak memiliki perasaan yang sama denganku? Bagaimana bisasama kalau dia kenal aku pun tidak? Tinggal tolak dengan halus dan pergi saja.
Nyatanya, aku masih bisa menjalani hari-hariku sebagai anak SMA dengan normal. Ku ulangi sekali lagi ya, DENGAN NORMAL! Bahkan lebih normal dari teman-temanku yang beruntung bisa berpacaran, lebih bahagia dari mereka yang kerap kali menangis setiap ada masalah dengan pacarnya.Lebih punya banyak waktu untuk diriku sendiri, waktu untuk keluarga dan teman-temanku.
Bebas pergi kemanapun, dengan siapapun, asal jangan larut malam saja.Memang sih, menurut sebagian orang single itu rasanya kurang lengkap, tetapi itu hanya sedikit saja bukan?Hanya kurang? Dan hidup ini tak ada yang sempurnakan?
Menunggu memang tak mudah, memang sakit rasanya kala aku melihat dia bersama teman wanitanya.Rasa egoisku selalu muncul ketika teman wanitanya meminta dijelaskan tentang soal Fisika yang sulitnya minta ampun.Aku memang hanya memandangnya dari jauh, dan bertanya-tanya kapan aku bisa duduk bersamanya sedekat wanita itu, atau setidaknya bisa hanya sekedar saling kenal.
Aku melihatnya sebagai sosok yang hangat, seperti yang sering kulihat dari caranya memperlakukan teman-temannya.Juga sifatnya yang humoris bisa kusimpulkan dari seringnya dia membuat kawan-kawan akrabnya tertawa.
Aku hanya diam, memperhatikannya dari jauh.Perbedaan angkatan kerap kali menggangguku dan mengusikku. Terbanglah Kak, yang tinggi, raihlah cita-citamu, juga cintamu. Aku merasa bahwa tak mungkin aku bisa melihatmu setelah kau pergi dari sini. Kota Kembang yang indah, semoga kau bahagia di sana.
Dan bagaimana denganku?Tentu saja aku tetap melanjutkan cita-citaku, bersekolah di sekolah impianku, membahagiakan orang-orang disekelilingku, dan bekerja serta berkarier.Mungkin itu semua terdengar seperti hanya mimpi seorang siswi SMA, tetapi hidup ini berawal dari mimpi bukan? Jadi tidak salah kan bila aku memulainya dengan bermimpi?
Selama ini urusan sekolahku toh lancar-lancar saja.Aku berhasil masuk ke sekolah yang kuinginkan.Aku berhasil meraih peringkat yang membanggakan tanpa pacar yang katanya bisa memotivasi dan menjadi semangat kita.
Aku berhasil mendapatkan pacar ketika aku duduk di bangku SMP, lebih tepatnya ketika aku menginjak kelas IX. Hal itu jelaslah karena aku putus asa dengan kenyataan bahwa aku sudah berada di tingkatan tertinggi di SMP. Itu berarti aku tak mempunyai kakak kelas lagi.Ya sudah lah, aku memilih untuk menerima juniorku.Sewaktu aku melaksanakan ujian nasional, aku mendengar kabar bahwa junior pacarku itu berbuat ulah dengan teman-teman wanitanya.Aku mendengarkan temanku bercerita dengan seksama, dan melanjutkan belajarku.Aku pikir mengapa aku harus bersedih dan memikirkan hal itu kalau aku harus mempertaruhkan kesempatan untuk mendapatkan nilai maksimal di ujian nasional?Aku menunggu hari ini selama tiga tahun.Bukan sembarang tiga tahun, dua tahun pertama aku habiskan dengan bersepeda dari rumahku yang berjarak tujuh kilometer dari sekolah.Lelah jelas aku rasakan setiap hari, bahkan ketika hari pertama aku harus berhenti di tengah jalan karena lututku bergetar.Belum terbiasa, lagi-lagi itulah kuncinya.Toh akhirnya aku sanggup dan terbukti dapat melaluinya.
Sebenarnya tidak sedikit lelaki yang kusukai juga menyukaiku, tetapi sifat bosanku yang rupanya terlalu sering muncul membuat aku lah yang sebenarnya mematahkan hati mereka pada akhirnya.
Lelaki yang kusukai adalah dia yang mampu bersikap dewasa.Manja adalah sifat wanita, dan aku tak menyukai lelaki yang bersifat manja.Semua lelaki yang pernah kusukai memiliki kelebihan masing-masing, dan ternyata baru kusadari bahwa yang aku rasakan tak semuanya adalah cinta, banyak yang ternyata adalah perasaan kagum. Kagum yang akan hilang ketika dia sedang tak menunjukannya di depan kita.
Aku mampu belajar seorang diri atau meminta bantuan teman apabila aku kesulitan.Tak perlu harus mempunyai pacar, tak perlu memanfaatkan makhluk bernama lelaki itu untuk menyelesaikan tugas-tugasku.Aku mempunyai banyak teman dan sangat dekat karena tak ada yang membatasiku untuk bergaul bersama mereka.
Aku berpikir bahwa terkadang seseorang lebih asyik untuk dijadikan teman. Seseorang akan lebih sopan apabila dia berstatus teman. Dan aku tak resah dengan statusku yang masih single, karena aku yakin bahwa Tuhan telah menciptakan seseorang untuk mendampingi kita dan Dia akan mempertemukan kami suatu hari nanti. Berusahalah, tetapi tetaplah berkarya untuk hidupmu.Karena selain mencintai pasangan kita, kita juga terlebih dahulu harus mencintai diri kita.
Di masa SMA-ku mungkin aku tak pernah berpacaran, tetapi siapa yang menjamin bahwa hidupku hanya sampai SMA?Siapa tahu aku ditakdirkan hidup lebih lama, bertemu dengan jodoh yang sudah dipersiapkan Tuhan dari dulu, membangun keluarga yang bahagia dan dikaruniai anak-anak yang lucu.Aku percaya itu, percaya bahwa jika dia bukan milik kita, maka dia bukan yang terbaik untuk kita.
Single itu bukan hanya karena dia tidak laku.Untuk kasusku, single adalah bukti kesetiaan. Setia hanya pada satu nama, tertuju hanya pada satu hati. Entahlah dia jodohku atau bukan, tetapi intinya aku berhasil membuktikan bahwa aku setia.Aku bukannya tak peduli dengan lelaki yang menyukaiku.Aku menghargai dan berterimakasih dengan mereka. Tetapi bukan harus dengan cara membalas cintanya bukan? Aku sama dengan mereka. Bagaimana tidak, mereka mengagumi seseorang yang tidak bisa mereka dapatkan, samapersis sepertiku.

My Inspiration, Liliyana Natsir



Kali ini gue mau cerita tentang kegilaan gue sama orang terkeceh di dunia, siapa lagi kalo bukan Liliyana Natsir. Yap, cewek tomboy satu ini bener bener udah bikin gue melting tiap liat dia, mau di foto kek, di tipi kek, apalagi kalo liat langsung(#pingsan 7 keliling kali ya). Tapi sampe saat ini gue belum dapet kesempatan buat ketemu dia langsung sih (#hiks hiks). Secara gue belum pernah ngelive di istora atau liat pertandingan-pertandingan badminton bergengsi gitooo. Ya maklum lah lokasi yang tidak memungkinkan, ralat : kurang memungkinkan.

Okee langsung aja yaaaaa…..  

Awal gue ngeliat dia di tipi itu udah lama banget, ya kira-kira waktu perang dunia 2 gue masih SD, gak tau deh kelas berapa. Waktu itu malem malem bro, bokap gue yang notabene demen(?) suka banget sama bulutangkis, langsung mantengin deh tuh tipi dan nyekap remote entah dimana biar gue dan adik serta nyokap gue ngga bisa ganti tuh channel. Waktu itu yang nyiarin kalo ngga salah sih channel yang dulu iklannya hamparan sawah terus ada orang lagi ngliat tipi sama ngacungin jempol ke kamera gitu, tau kan? Yang lagunya berasa OKE gitu bro, hehe.

Gue yang waktu itu ngga terlalu girang tertarik sama bulutangkis lebih milih mondar mandir ngga jelas gitu di dalem rumah sambil sms-an. Tapi karena denger suara teriakan bokap gue yang ajegile keras banget plus semangat 45, perhatian gue teralihkan deh pingin nglirik tuh tipi. Lima menit kemudian HP gue entah udah ngungsep dimana gue nggak tau, pokoknya tangan gue udah beralih pegang guling sambil teriak teriak histeris ala nonton film horror luar negeri. Seru gile pertandingannya brooo. Waktu jeda antar set, gue tanya ke bokap gue dengan polosnya “Pa, itu sih ganda apaan? Kok cowoknya tiga ceweknya satu?” Gue pikir ngga adil dong, kasian bener tuh cewe. Ganda Indonesia harusnya ada ceweknya, jangan cowok semua. Wah gimana sih #sumpah gue berasa bego banget waktu itu. Alhasil dengan muka yang sulit dijelaskan, bokap gue nyoba njelasin sambil nunjuk orang yang tadinya gue kira cowok, terus bilang deh kalo ini cewek. CEWEK!! Tapi tomboy. Makanya kaya cowok. Setelah gue perhatiin baik-baik dengan konsentrasi penuh, emang bener sih mukanya terlalu putih mulus untuk ukuran cowok. Gue ikutin tuh matchnya dengan semangat. Rasa nasionalisme gue terbakar untuk pertama kalinya. Gue mendukung atas nama bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia!!Merdeka!! Pokoknya harus menang!!!

Tapi ternyata jagoan gue ini kalah bro, nyesek deh gue. Kecewa berat!! Tapi mungkin karna waktu itu gue masih labil, rasa kekecewaan gue yang mendalam itu langsung ilang satu jam kemudian. Dan gue lupa sama tuh cewek tomboy. Gue belom ngefans sama dia. Dan kehidupan gue masih berjalan normal layaknya anak SD yang lain yang suka main ke sawah belakang rumah buat cari keong -_- . Sampe sekarang gue ngga tau pertandingan itu pertandingan apa. Karna gue nontonnya juga atas nama nasionalisme jadi gue ngga terlalu merhatiin itu pertandingan apa dan lawannya siapa. Yang ada dipikiran gue saat itu cuma ‘Gue orang Indonesia, gue harus dukung Indonesia.’ Jadi gue cuma tau nama pasangan Indonesia waktu itu Nova Widianto/Liliyana natsir. Udah, cuma itu doang.

Gue dipertemuin ngliat dia untuk yang kedua kalinya di ajang Piala Thomas Uber Cup 2008. Gue terpesona sama penampilan duo cewek tomboy Vita Marissa/Liliyana Natsir. Mereka tuh punya aura yang bikin gue melting tiap liat mereka tanding. Dan entah kenapa gue tertarik banget sama satu diantara dua cewek ini, tentunya yang punya nama Liliyana natsir atau yang akrab disapa Butet ini. Dia itu cantik dan tomboy jadi satu paket. Pokoknya keren abis deh! Dan tiap hari gue pasti stay di depan tipi nungguin tim Indonesia main. Gue masih inget si Butet ini main di partai kedua, partai ganda putri. Waktu mereka lolos ke final, mereka nglakuin semacam selebrasi penghormatan dihadapan ribuan penonton yang berdesak-desakan di Istora gitu bro. Merinding disko gue liatnya. Ada pemain yang digendong rame-rame, ada yang pake bendera di leher ala superman gitu, ah macem macem deh pokoknya. Gue bingung awalnya, kenapa selebrasinya sekarang, kan ini baru lolos ke final, belum menang. Eh ternyata hal ini mereka lakuin karna mereka melampaui target dari PBSI yaitu sampe semifinal. Dan ternyata mereka berhasil lolos ke final!! Itu sebabnya kenapa mereka girang banget. Ya walaupun di final mereka harus berusaha menjebol kokohnya tembok China, tapi sekokoh-kokohnya tembok pasti bisa diancurin kan. Ya walaupun peluang Indonesia menang cuma sedikit, tapi yang namanya pertandingan kan banyak faktor L, jadi ‘Ayoo siapa takut!!’

Waktu pertandingan final, sialnya rumah gue tiba-tiba mati listrik. Sumpah ya gue dongkol banget. Ini final men… FINAL!!! Kenapa harus mati lampunya sekarang???Kenapa ngga tadi siang aja sihhhhhh…. Alhasil gue cemberut sambil ngedumel ngga jelas. Udah gue kutuk kutuk tuh PLN-nya, tau deh sebel sih. Gue ngga enak makan ngga enak minum, udah kaya orang gagal kawin aja. Terus setelah beberapa waktu yang terasa kaya setahun, tiba-tiba gue dapet pencerahan. Iya bro, lampunya nyala! NYALA!!! Tapi gue hopeless gitu, gue pikir pasti pertandingannya udah selesei. Walaupun ada 5 partai yang disiapin, tapi kalo lawan udah ngantongin 3 partai kan pertandingannya ngga dilanjutin karna otomatis udah menang. Waktu itu gue berharap walaupun Indonesia ngga menang, seenggaknya gue bisa liat idola gue tanding karna idola gue kan tanding di partai kedua. Otomatis jelas tandingnya kan. Gue punya pikiran kaya gitu karna walaupun gue masih SD (iya saat itu gue masih SD, kelas 5 kalo ngga salah), gue sadar kalo gue ngefans sama seorang atlet, yang jarang-jarang banget nongol di tipi. Kalo gue ngefans sama artis atau penyanyi sih gue ngga usah khawatir bakalan kangen, karna you know lah tiap hari banyak acara tipi yang bakalan nongolin wajah tuh orang. Tapi Butet kan atlet, yang wajahnya nongol di tipi paling setahun sekali di Indonesia Open, itupun cuma beberapa hari. Oh God mata gue jadi panas. Tapi dengan harap-harap cemas, gue lari ke arah tipi terus gue setel dengan nafsunya. Dan gue sambar remot di meja terus gue pencet-pencet nyari channelnya. Dan ternyata saat itu masih partai kedua!!!! HOREEEE……Berarti partainya Butet kan… yee yee ayyee… Tapi waktu gue liat skornya, posisi Butet ternyata lagi tertinggal, langsung gue semangatin deh dari rumah (walaupun ngga ngaruh juga sih karna dia ngga bakal denger, gile aje lo, jarak beribu kilometer lo mau teriak sekenceng apa juga ngga bakal denger). Tapi sampe akhir pertandingan dia ga berhasil bangkit dari tekanan dan terpaksa harus nyerahin partai kedua buat China. 2-0 untuk China.

Dan di Partai ketiga yaitu tunggal putri, gue liatnya udah mulai lemes gitu. Dan beneran Indonesia harus puas sebagai runner-up. Yah entah mau dikata apa lagi pemirsa, keberuntungan belum berpihak pada kita. Tapi gue bangga kok sama mereka, bangga banget malah.

Ngga lama kemudian ada Indonesia Open 2008 (Sebenernya gue bingung sih Thomas Uber dulu apa Indonesia Open dulu#lupa). Beruntungnya gue, karna gue bisa ngliat Butet lagi. Dia masih pasangan sama Vita Marissa di ganda putri. Dan jreng jreng jreng…. Mereka bisa sampe ke final dan JUARA!!! Yeeaayy gue seneng banget ngliatnya. Mereka bahagia banget apalagi pas naik podium, Istora heboh teriak-teriak saking bangganya. Gue juga ngga kalah heboh di depan tipi.

Setelah itu, udah deh berakhir kesempatan gue buat ngliat dia. Yuk mari tunggu satu taun lagi. Ya elah lama bener. Tapi ini resiko gue ngefans sama seorang atlet dan gue mengerti itu.

Sekarang Butet udah hampir 30 tahun. Bentar lagi gantung raket kan pastinya, Terus nikah. Satu hal yang buat gue penasaran sama dia adalah dia tertutup banget kalo masalah asmara. Gue ngga tau tuh dia udah punya pacar apa belum, siapa pacarnya, blablabla. Main rahasia-rahasiaan nih ceritanya. Dari dulu tiap ditanya katanya mau fokus dulu ke karir. Iya sih, bener banget. Mumpung masih muda, tenaganya masih kuat, masih dibutuhin sama negara. Wah professional banget ya idola gue ini. Tapi sekarang kan udah 30 tahun, yakin deh berapa tahun lagi bakalan nikah. Nah, kasih tau kek siapa calonnya, biar ngga penasaran….. Oiya satu lagi, panjangin dong rambutnya, biar pas nikah keliatan cantik bingits tak terkira. Udah putih mulus, cantik, rambut panjang, pasti semua yang ngliat pada iri deh, hahaha...

Potong Jari Suku Dani, Bukti Kasih dan Duka yang Mendalam



Potong Jari Suku Dani, Bukti Kasih dan Duka yang Mendalam

Apa yang Anda lakukan ketika ada anggota keluarga yang meninggal? Menangis? Ya, hal itulah yang biasanya dilakukan. Menangis adalah bentuk ekspresi kesedihan yang paling mudah dikeluarkan. Dengan menangis, seolah kepedihan yang dirasakan akan sedikit berkurang.
Tetapi lain halnya dengan masyarakat Suku Dani yang mendiami wilayah Lembah Baliem, Pegunungan Tengah, Papua ini. Selain menangis, mereka (biasanya para wanita) akan memotong jari mereka sebagai bentuk belasungkawa. Mungkin Anda mengerutkan kening atau merasa ngeri saat mendengarnya, tetapi memang seperti itulah tradisi yang mereka percayai.
Pemotongan jari( Iki Palek) biasanya dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan benda tajam (pisau, kapak, atau parang), digigit hingga putus atau mengikatnya dengan seutas tali sehingga aliran darah berhenti baru kemudian jari dipotong. Pemotongan dilakukan oleh kepala suku setempat. Setelah dipotong, ruas jari akan dibubuhi obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan luka.
Mengapa harus memotong jari? Bagi mereka, jari adalah simbol kerukunan, kesatuan, dan kekuatan dalam diri manusia maupun sebuah keluarga. Jari saling bekerjasama membangun sebuah kekuatan sehingga tangan kita dapat berfungsi dengan sempurna. Oleh karena itu, kehilangan salah satu ruasnya saja akan mengakibatkan tangan tak bisa bekerja dengan maksimal. Seperti itu jugalah arti anggota keluarga bagi mereka.
Alasan lainnya adalah "Wene opakima dapulik welaikarek mekehasik" atau pedoman dasar hidup bersama dalam satu keluarga, satu marga, satu honai (rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah/asal-muasal, dan sebagainya. Kebersamaan adalah hal yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Suku Dani. Rasa sakit yang ditimbulkan ketika ruas jari mereka dipotong tak berarti apa-apa dibandingkan kesedihan dan rasa kehilangan yang mereka rasakan.
Ada cerita unik dari ibu asal Moni (sebuah suku di daerah Paniai), dia bercerita bahwa jari kelingkingnya digigit oleh ibunya ketika ia baru dilahirkan. Mengapa? Hal itu terpaksa dilakukan oleh sang ibu karena beberapa orang anak yang dilahirkan sebelumnya selalu meninggal dunia. Dengan memutuskan jari kelingking kanan anak yang baru saja ia lahirkan, sang ibu berharap agar kejadian yang menimpa anak-anak sebelumnya tidak terjadi pada sang bayi. Hal ini terdengar sangat ekstrim, namun kenyataannya memang demikian, wanita asal Moni ini telah memberikan banyak cucu dan cicit kepada sang ibu.

Ketika sudah tidak memungkinkan lagi untuk dipotong jarinya, maka yang dipotong adalah daun telinga atau disebut Nasu Palek. Dalam hal ini, yang dipotong adalah sebagian kecil daun telinga. Meski begitu, para wanita yang jarinya sudah terpotong tetap hidup seperti biasa. Mereka mengurus anak, ladang dan memasak.
Terlepas dari semua pro dan kontra terhadap tradisi unik suku ini, toh tujuan mereka melakukannya bukannya tanpa sebab. Itu adalah simbol rasa kasih dan duka mereka, wujud penghormatan terdalam terhadap seseorang yang mereka kasihi. Dan itu merupakan tradisi turun temurun para leluhur yang mereka lestarikan, sesuai pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yaitu “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”, yang diperkuat dengan ketentuan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 bahwa “Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.
Kini, setelah kemajuan budaya dan agama yang perlahan memasuki kehidupan mereka, tradisi ini sudah semakin jarang dilakukan. Tetapi kita masih bisa melihat orang-orang yang pernah melakukannya.
Referensi         :