I’m Single, Problem?
“Aku
suka sama dia,…Apa?? Dia udah punya pacar??”
“Aku
suka sama dia…Hah??Udah keduluan??Oh tidak!”
“Aku
suka sama kamu, iya kamu…Apa?? Kamu nggak suka sama aku??Ya sudah lah.”
Dibilang
ngenes mungkin iya, jomblo ngenes lengkapnya.Menjadi remaja ternyata lebih
rumit dari yang aku kira sebelumnya.Terutama masalah percintaan yang dulunya
kuanggap seperti dongeng dalam cerita sebelum tidur yang selalu dibacakan
ibuku.Entahlah mengapa ibuku selalu menceritakan kisah putri yang selalu berakhir
bahagia dengan menemukan pangeran yang merupakan cinta sejatinya.Entahlah
mengapa pula aku tidak sabar untuk menjadi remaja dan berpikir bahwa aku tentu
saja akan bernasib seperti si putri dongeng itu.
Tetapi
kenyataannya memang berbeda.Toh nyatanya sampai sekarang aku masih memajang
status single-ku. Aku suka sama si A, suka sama si B, tetapi akhirnya tak ada
satu pun yang berhasil aku miliki. Selalu berganti-ganti setiap waktu, dan
tetap single saja statusku ini. Beberapa kali aku harus merasakan sakit hati
karena orang yang kusukai sudah menjadi milik wanita lain. Tersenyum dan
tersenyum, seakan berharap bisa mengurangi sakit yang terasa.
Single,
kata yang awalnya terdengar menakutkan, tetapi apa sih yang tidak bisa
dilakukan oleh yang namanya “adaptasi”? Saat sudah terbiasa, maka kata single
adalah simbol kebebasan.
Aku
menyukai kakak kelasku yang sama sekali tak mengenalku. Aku cukup puas hanya
dengan memperhatikannya dari jauh, itulah yang selalu kukatakan pada semua
teman-temanku dan bahkan diriku sendiri.Tak ada yang aku sesali dari semua ini.
Memang
tak kukira sebelumnya bahwa masa SMA-ku kelak akan sedatar ini, khususnya
masalah percintaan. Setelah aku lulus SMP, aku menginjakkan kakiku dengan gugup
di SMA-ku ini. Membayangkan akhirnya aku bisa melakukan apa yang sedari dulu
aku angankan. Aku sangat menikmati masa SMA yang sedang mengalir ini.
Kebersamaan MOS, ketika aku menangis karena ulah kakak OSIS yang jail, ketika
aku mulai membaur dengan teman-teman baruku. Dan akhirnya ketika hadir angkatan
baru setelah kami.Kelas X yang masih lugu.Aku membayangkan ketika aku menjadi
mereka dan tersenyum lucu mengingat segala yang pernah kuperbuat bersama
teman-temanku di tahun pertama kebersamaan kami.
Melakukan
kegiatan sehari-hari bersama teman-temanku dan adik kelasku, merasakan jadi
kelas XI, aku sangat sibuk melaluinya.Hingga tak kuduga aku hampir naik ke
kelas XII. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sampai aku terlupa akan angan masa
kecilku dulu.
Tapi
ya sudahlah.Aku ikhlas melepasnya pergi. Biarlah dia meraih citanya, aku tak
akan mengganggunya dengan mengungkapkan perasaanku selama ini. Walaupun aku
yakin dia tak akan terganggu dengan ini, sebab bagaimana mungkin dia terganggu
bila dia tak memiliki perasaan yang sama denganku? Bagaimana bisasama kalau dia
kenal aku pun tidak? Tinggal tolak dengan halus dan pergi saja.
Nyatanya,
aku masih bisa menjalani hari-hariku sebagai anak SMA dengan normal. Ku ulangi
sekali lagi ya, DENGAN NORMAL! Bahkan lebih normal dari teman-temanku yang
beruntung bisa berpacaran, lebih bahagia dari mereka yang kerap kali menangis
setiap ada masalah dengan pacarnya.Lebih punya banyak waktu untuk diriku
sendiri, waktu untuk keluarga dan teman-temanku.
Bebas
pergi kemanapun, dengan siapapun, asal jangan larut malam saja.Memang sih,
menurut sebagian orang single itu rasanya kurang lengkap, tetapi itu hanya
sedikit saja bukan?Hanya kurang? Dan hidup ini tak ada yang sempurnakan?
Menunggu
memang tak mudah, memang sakit rasanya kala aku melihat dia bersama teman
wanitanya.Rasa egoisku selalu muncul ketika teman wanitanya meminta dijelaskan
tentang soal Fisika yang sulitnya minta ampun.Aku memang hanya memandangnya
dari jauh, dan bertanya-tanya kapan aku bisa duduk bersamanya sedekat wanita
itu, atau setidaknya bisa hanya sekedar saling kenal.
Aku
melihatnya sebagai sosok yang hangat, seperti yang sering kulihat dari caranya
memperlakukan teman-temannya.Juga sifatnya yang humoris bisa kusimpulkan dari
seringnya dia membuat kawan-kawan akrabnya tertawa.
Aku
hanya diam, memperhatikannya dari jauh.Perbedaan angkatan kerap kali
menggangguku dan mengusikku. Terbanglah Kak, yang tinggi, raihlah cita-citamu,
juga cintamu. Aku merasa bahwa tak mungkin aku bisa melihatmu setelah kau pergi
dari sini. Kota Kembang yang indah, semoga kau bahagia di sana.
Dan
bagaimana denganku?Tentu saja aku tetap melanjutkan cita-citaku, bersekolah di
sekolah impianku, membahagiakan orang-orang disekelilingku, dan bekerja serta
berkarier.Mungkin itu semua terdengar seperti hanya mimpi seorang siswi SMA,
tetapi hidup ini berawal dari mimpi bukan? Jadi tidak salah kan bila aku
memulainya dengan bermimpi?
Selama
ini urusan sekolahku toh lancar-lancar saja.Aku berhasil masuk ke sekolah yang
kuinginkan.Aku berhasil meraih peringkat yang membanggakan tanpa pacar yang
katanya bisa memotivasi dan menjadi semangat kita.
Aku
berhasil mendapatkan pacar ketika aku duduk di bangku SMP, lebih tepatnya
ketika aku menginjak kelas IX. Hal itu jelaslah karena aku putus asa dengan
kenyataan bahwa aku sudah berada di tingkatan tertinggi di SMP. Itu berarti aku
tak mempunyai kakak kelas lagi.Ya sudah lah, aku memilih untuk menerima juniorku.Sewaktu aku melaksanakan ujian nasional, aku
mendengar kabar bahwa junior pacarku itu berbuat ulah dengan teman-teman
wanitanya.Aku mendengarkan temanku bercerita dengan seksama, dan melanjutkan
belajarku.Aku pikir mengapa aku harus bersedih dan memikirkan hal itu kalau aku
harus mempertaruhkan kesempatan untuk mendapatkan nilai maksimal di ujian nasional?Aku
menunggu hari ini selama tiga tahun.Bukan sembarang tiga tahun, dua tahun
pertama aku habiskan dengan bersepeda dari rumahku yang berjarak tujuh
kilometer dari sekolah.Lelah jelas aku rasakan setiap hari, bahkan ketika hari
pertama aku harus berhenti di tengah jalan karena lututku bergetar.Belum
terbiasa, lagi-lagi itulah kuncinya.Toh akhirnya aku sanggup dan terbukti dapat
melaluinya.
Sebenarnya
tidak sedikit lelaki yang kusukai juga menyukaiku, tetapi sifat bosanku yang
rupanya terlalu sering muncul membuat aku lah yang sebenarnya mematahkan hati
mereka pada akhirnya.
Lelaki
yang kusukai adalah dia yang mampu bersikap dewasa.Manja adalah sifat wanita,
dan aku tak menyukai lelaki yang bersifat manja.Semua lelaki yang pernah
kusukai memiliki kelebihan masing-masing, dan ternyata baru kusadari bahwa yang
aku rasakan tak semuanya adalah cinta, banyak yang ternyata adalah perasaan
kagum. Kagum yang akan hilang ketika dia sedang tak menunjukannya di depan
kita.
Aku
mampu belajar seorang diri atau meminta bantuan teman apabila aku kesulitan.Tak
perlu harus mempunyai pacar, tak perlu memanfaatkan makhluk bernama lelaki itu
untuk menyelesaikan tugas-tugasku.Aku mempunyai banyak teman dan sangat dekat
karena tak ada yang membatasiku untuk bergaul bersama mereka.
Aku
berpikir bahwa terkadang seseorang lebih asyik untuk dijadikan teman. Seseorang
akan lebih sopan apabila dia berstatus teman. Dan aku tak resah dengan statusku
yang masih single, karena aku yakin bahwa Tuhan telah menciptakan seseorang
untuk mendampingi kita dan Dia akan mempertemukan kami suatu hari nanti.
Berusahalah, tetapi tetaplah berkarya untuk hidupmu.Karena selain mencintai
pasangan kita, kita juga terlebih dahulu harus mencintai diri kita.
Di
masa SMA-ku mungkin aku tak pernah berpacaran, tetapi siapa yang menjamin bahwa
hidupku hanya sampai SMA?Siapa tahu aku ditakdirkan hidup lebih lama, bertemu
dengan jodoh yang sudah dipersiapkan Tuhan dari dulu, membangun keluarga yang
bahagia dan dikaruniai anak-anak yang lucu.Aku percaya itu, percaya bahwa jika
dia bukan milik kita, maka dia bukan yang terbaik untuk kita.
Single
itu bukan hanya karena dia tidak laku.Untuk kasusku, single adalah bukti
kesetiaan. Setia hanya pada satu nama, tertuju hanya pada satu hati. Entahlah
dia jodohku atau bukan, tetapi intinya aku berhasil membuktikan bahwa aku
setia.Aku bukannya tak peduli dengan lelaki yang menyukaiku.Aku menghargai dan
berterimakasih dengan mereka. Tetapi bukan harus dengan cara membalas cintanya
bukan? Aku sama dengan mereka. Bagaimana tidak, mereka mengagumi seseorang yang
tidak bisa mereka dapatkan, samapersis sepertiku.