Kamis, 09 Februari 2017

PENGANTAR ENDOKRINOLOGI


 
Berbagai aktivitas sel, jaringan, dan organ tubuh dikoordinasikan oleh hubungan timbal balik beberapa jenis sistem caraka kimia :

1.      Neurotransmitter dilepaskan oleh ujung akson saraf ke dalam taut sinaps dan bekerja setempat untuk mengatur fungsi sel saraf.

2.      Hormon endokrin dilepaskan oleh sel kelenjar atau sel khusus ke dalam sirkulasi dan memengaruhi fungsi sel target di tempat lain di tubuh.

3.      Hormon neuroendokrin disekresikan oleh sel neuron ke dalam sirkulasi darah dan memengaruhi fungsi sel target di tempat lain di tubuh.

4.      Parakrin disekresikan oleh sel ke dalam cairan ekstraseluler dan memengaruhi sel target tetangga dengan jenis yang berbeda.

5.      Autokrin disekresikan sel ke dalam cairan ekstraseluler dan memengarui fungsi sel yang sama yang menghasilkan zat tersebut.

6.      Sitokin merupakan peptida yang disekresikan sel ke dalam cairan ekstraseluler dan dapat bertindak sebagai autokrin, parakrin, atau hormon endokrin.

Penggolongan hormon

Tiga golongan umum hormon sebagai berikut :

1.      Protein dan polipeptida (contoh: TRH,CRH,GHRH, GnRH, GH,TSH, ACTH, Prolaktin, FSH, LH, ADH,Oksitosin, Kalsitonin,Insulin, Glukagon, PTH, HCG, somatomammotropin, Renin, dsb )

2.      Steroid (contoh: kortisol, aldosteron, testorsteron, estrogen, progesteron)

3.      Turunan asam amino tirosin (contoh: tiroksin, triiodotironin, epinefrin, norepinefrin)

Sintesis dan sekresi hormon

Sintesis dan sekresi hormon peptida:

1.      Terjadi proses transkripsi DNA menjadi mRNA. mRNA yang telah terbentuk kemudian keluar dari dalam nukleus menuju sitoplasma.

2.      Di bagian kasar Retikulum Endoplasma, terjadi proses translasi mRNA tersebut menjadi protein atau peptida dengan bantuan ribosom. Pada keadaan ini, hormon masih berupa protein besar yang tidak memiliki aktivitas biologis (pra-hormon)  dan dipecah untuk membentuk prohormon yang lebih kecil di Retikulum Endoplasma.

3.      Prohormon tersebut kemudian ditransfer ke aparatus Golgi untuk dikemas dalam vesikel sekretoris. Saat proses pengemasan tersebut berlangsung, enzim-enzim di dalam vesikel akan memecah prohormon menjadi hormon.

4.      Vesikel tersebut disimpan di sitoplasma (banyak yang terikat pada membran sel). Pada banyak keadaan, sekresi hormon dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi kalsium sitosol akibat depolarisasi membran plasma atau pada keadaan lain rangsang reseptor permukaan sel endokrin menimbulkan peningkatan adenosin monofosfat siklik (cAMP) diikuti aktivasi protein kinase yang memulai terjadinya sekresi hormon.

Berbeda dengan hormon peptida, hormon steroid biasanya disintesis dari kolesterol dan tidak dismpan. Struktur kimia hormon steroid sama dengan kolesterol, dan pada sebagian besar keadaan, hormon tersebut disintesis dari kolesterol itu sendiri. Meskipun sel endokrin penghasil steroid memiliki sedikit simpanan hormon steroid, sejumlah besar simpanan ester kolesterol dalam vakuola sitoplasma dapat dimobilisasi secara cepat untuk sintesis steroid setelah adanya rangsang. Oleh karena steroid sangat larut dalam lemak, begitu disintesis, steroid akan berdifusi dengan mudah melalui membran sel dan memasuki cairan interstitial, kemudian akan masuk ke dalam darah.

Sedangkan hormon amin (berasal dari tirosin), yaitu hormon tiroid dan hormon medula adrenal, dibentuk oleh kerja enzim di kompartemen sitoplasma sel kelenjar. Hormon tiroid disintesis dan disimpan di kelenjar tiroid serta terikat pada makromolekul protein tiroglobulin yang disimpan di folikel besar di dalam kelenjar tiroid. Sekresi hormon terjadi ketika hormon tersebut terlepas dari tiroglobulin dan masuk ke dalam aliran darah. Pada aliran darah, sebagian besar hormon amin akan bergabung dengan protein plasma, terutama globulin pengikat tiroksin, yang melepas hormon tersebut perlahan-lahan ke jaringan target. Epinefrin disekresi empat kali lebih banyak dari norepinefrin di medula adrenal. Hormon tersebut lalu ditangkap oleh vesikel prabentuk dan disimpan sampai hormon tersebut disekresikan.

Onset dan lama kerja hormon

Setiap jenis hormon memiliki karakteristik onset dan lama kerja masing-masing. Beberapa hormon, seperti epinefrin dan norepinefrin, disekresi dalam waktu beberapa detik setelah kelenjar dirangsang, dan bekerja penuh dalam waktu beberapa detik sampai menit. Hormon lainnya, seperti growth hormone atau tiroksin, dapat membutuhkan waktu berbulan-bulan agar dapat bekerja penuh. Konsentrasi hormon dalam darah berkisar 1 pikogram sampai beberapa mikrogram per milimeter darah. Kecepatan sekresinya juga sangat kecil, yaitu biasanya terukur dalam beberapa mikrogram atau miligram per hari.

Pengaturan sekresi hormon

Pengaturan sekresi hormon memiliki mekanisme umpan balik negatif. Yaitu, ketika sejumlah hormon telah dilepaskan akibat suatu rangsang, maka hormon tersebut akan cenderung menekan produksi hormon tersebut lebih lanjut untuk mencegah berlebihnya sekresi atau aktivitas hormon tersebut di jaringan target. Variabel kontrol kadang-kadang bukanlah berupada kecepatan sekresi hormon itu sendiri, tetapi derajat aktivitas pada jaringan target. Oleh karena itu, sinyal umpan balik ke kelenjar endokrin akan menjadi cukup kuat untuk memperlambat sekresi hormon lebih lanjut hanya jika aktivitas jaringan target meningkat ke level yang sesuai. Penghambatan ini dapat terjadi di semua tingkat, yang meliputi tahapan transkripsi dan translasi gen, pengolahan hormon, atau pelepasan simpanan hormon.

Disisi lain, lonjakan hormon dapat pula terjadi karena umpan balik positif. Contohnya ketika lonjakan LH akibat efek perangsangan estrogen sebelum ovulasi. LH yang disekresi merangsang sekresi estrogen tambahan yang selanjutnya akan menimbulkan sekresi LH lebih banyak lagi. Pada akhirnya, LH mencapai konsentrasi yang sesuai, dna pengaturan umpan balik negatif sekresi hormon pun terjadi.

Transpor hormon

Hormon larut air (peptida dan katekolamin) terlarut dalam plasma, sedangkan hormon steroid dan tiroid beredar dalam darah terutama dalam bentuk ikatan dengan protein plasma. Biasanya, kurang dari 10% hormon tiroid atau steroid terdapat dalam bentuk bebas dalam darah.

Bersihan hormon dari darah

Hormon dibersihkan dari plasma melalui beberapa cara, yaitu penghancuran metabolik oleh jaringan, pengikatan hormon pada jaringan ekskresi oleh hati ke dalam empedu, dan ekskresi oleh ginjal ke dalam urine.

Mekanisme kerja hormon

Reseptor hormon merupakan protein berukuran besar, dan setiap sel yang dirangsang biasanya memiliki sekitar 2.000 sampai 100.000 reseptor. Jumlah reseptor ini tidak konstan, pada waktu tertentu beberapa reseptor dihancurkan, dan pada waktu lain resetor tersebut dibentuk kembali. Down-regulation reseptor ini dapat terjadi sebagai akibat dari inaktivasi sejumlah molekul reseptor, inaktivasi sejumlah molekul sinyal protein intrasel, destruksi reseptor oleh lisosom setelah reseptor tersebut masuk ke dalamnya, maupun sekuesterasi reseptor untuk sementara waktu ke dalam sel yang jauh dari tempat kerja hormon yang berinteraksi dengan reseptor membran sel. Sejumlah hormon menimbulkan up-regulation reseptor dan protein pemberi sinyal intrasel, yaitu hormon perangsang memacu pembentukan reseptor atau molekul sinyal intrasel oleh perangkat pembentukan protein sel target dalam jumlah yang melebihi normal, atau lebih banyak ketersediaan reseptor untuk berinteraksi dengan hormon. Bila hal tersebut terjadi, jaringan target akan menjadi semakin sensitif terhadap efek stimulasi hormon terkait.

Reseptor hormon bisa terdapat di membran sel (sebagian besar spesifik untuk protein, peptida, dan hormon katekolamin), sitoplasma (reseptor utama hormon steroid), atau di dalam nukelus (reseptor hormon tiroid dijumpai di nukleus dan lokasinya diyakini berhubungan erat dengan satu atau lebih kromosom).

a.       Penghantaran sinyal intrasel setelah aktivasi reseptor hormon

Suatu hormon memengaruhi jaringan targetnya dengan membentuk kompleks reseptor-hormon. Hal ini mengubah fungsi reseptor itu sendiri, dan reseptor yang teraktivasi akan mengawali terjadinya efek hormonal.

-          Reseptor Terkait-Kanal Ion

Ketika zat-zat neurotransmitter seperti asetilkolin dan norepinefrin bergabung dengan reseptornya, reseptor tersebut akan membuka atau menutup suatu kanal untuk satu ion atau lebih. Sebagian reseptor terkait-kanal ion ini membuka (atau menutup) kanal untuk ion natrium , sebagian lagi untuk ion kalium, sebagian lagi untuk ion kalsium dan seterusnya. Perubahan pergerakan ion-ion ini melalui kanal menimbulkan efek yang berkelanjutan pada sel pascasinaptik.

-          Reseptor Hormon yang Terkait-Protein G

Beberapa hormon mengaktivasi reseptor yang secara tidak langsung mengatur aktivitas protein target (misalnya enzim atau kanal ion) dengan cara terangkai pada kelompok protein membran sel yang disebut protein pengikat-GTP heterotrimetrik (protein G). Resetor ini mempunyai tujuh segmen transmembran yang melengkung ke dalam dan keluar membran sel. Sebagian reseptor yang menonjol ke dalam sitoplasma sel terangkai pada protein G. Ketika hormon terikat pada bagian ekstrasel reseptor, terjadi perubahan bentuk di reseptor yang mengaktifkan protein G dan menginduksi sinyal intrasel yang dapat (1) membuka atau menutup kanal ion membran sel atau (2) mengubah aktivitas enzim dalam sitoplasma sel.

-          Reseptor Hormon Terkait-Enzim

Merupakan protein yang hanya menembus membran satu kali, berbeda dengan reseptor terkait  protein G transmembran dengan tujuh segmen. Reseptor terkait-enzim memiliki tempat pengikatan hormonnya di luar membran sel dan tempat katalisis atau aktivitas enzimnya di bagian dalam. Bila hormon terikat pada bagian ekstrasel dari reseptor, enzim yang terletak tepat di bawah membran sel akan diaktifkan (atau kadang-kadang dinonaktifkan).

b.      Mekanisme perantara caraka kedua dalam fungsi hormonal intrasel

Salah satu cara hormon untuk melakukan pekerjaannya di dalam sel adalah dengan merangsang pembentukan caraka kedua cAMP di dalam membran sel. cAMP selanjutnya menimbulkan efek hormon di intrasel. Jadi, satu-satunya efek yang ditimbulkan hormon terhadap sel adalah mengaktivasi satu jenis reseptor membran, sedangkan caraka kedua mengerjakan sisanya.

cAMP bukan satu-satunya caraka kedua yang digunakan berbagai hormon. Dua macam caraka kedua lain yang juga penting adalah (1) ion kalsium dan kalmodulin yang terkait serta (2) hasil pemecahan fosfolipid membran.

-          Sistem caraka kedua cAMP-adenilil siklase

Pengikatan hormon dengan reseptor memungkinkan terangkainya reseptor pada sebuah protein G. Jika protein G merangsang sistem cAMP-adenilil siklase, protein G tersebut disebut protein G stimulator. Perangsangan adenilil siklase, suatu enzim yang terikat pada membran, oleh protein G akan mengatalisis konversi sejumlah kecil adenosin trifosfat (ATP) sitoplasma menjadi cAMP di dalam sel. Hal ini selanjutnya mengaktivasi protein kinase yang bergantung pada cAMP, yang memfosforilasikan protein spesifik di sel, dan memicu berbagai reaksi biokimia yang akhirnya berakibat timbulnya respons sel terhadap hormon.

-          Sistem caraka kedua fosfolipid membran sel

Sejumlah hormon mengaktifkan reseptor transmembran yang mengaktivasi enzim fosfolipase C yang melekat pada tonjolan reseptor di bagian dalam. Enzim ini mengatalisis pemecahan sejumlah fosfolipid di membran sel, terutama fosfatidilinositol bifosfat, menjadi dua produk caraka kedua yang berbeda: inositol trifosfat dan diasilgliserol. Inositol trifosfat memobilisasi ion kalsium dari mitokondria dan retikulum endoplasma, dan ion kalsium kemudian memiliki efek caraka keduanya sendiri, seperti kontraksi otot polos dan mengubah sekresi sel. Diasilgliserol mengaktifkan enzim protein kinase C, yang kemudian memfosforilasikan sejumlah besar protein, yang berakibat timbulnya respons sel. Selain efek-efek tersebut, bagian lipid dari diasilgliserol adalah asam arakidonat, yang merupakan prekursor prostaglandin dan hormon lokal lainnya yang menimbulkan berbagai efek di seluruh jaringan tubuh.

-          Sistem caraka kedua kalsium-kalmodulin

Pemasukan kalsium dapat diinisiasi oleh (1) perubahan potensial membran yang dapat membuka kanal kalsium atau (2) hormon yang berinteraksi dengan reseptor membran yang membuka kanal kalsium. Saat memasuki sel, ion kalsium berikatan dengan protein kalmodulin. Protein ini memiliki empat tempat pengikatan kalsium, dan bila tiga atau empat tempat ini telah terikat dengan kalsium, kalmodulin berubah bentuk dan menginisiasi berbagai efek di dalam sel, yang meliputi aktivasi atau inhibisi protein kinase. Melalui fosforilasi, aktivasi protein kinase yang bergantung pada kalmodulin menyebabkan aktivasi atau inhibisi protein yang terlibat dalam respons sel terhadap hormon.

Referensi :
 Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.